} h3.post-title { text-align: center; } .post-title {text-align:center;} -->

Hukum Perbedaan dalam Melihat Hilal Dzulhijjah

 أحكام الاختلاف في رؤية هلال ذي الحجة


تأليف :

 الحافظ ابن رجب الحنبلي

736 هـ   ـ 795 هـ


تحقيق ودراسة 

د. عبدالله بن عبد العزيز الجبرين

الأستاذ المشارك بكلية المعلمين بالرّياض


Hukum Perbedaan dalam Melihat Hilal Dzulhijjah

Penulis:

Al-Hafiz Ibn Rajab al-Hanbali

736 H - 795 H


Penelitian dan Studi:

Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jabrini

Dosen di Fakultas Pendidikan di Riyadh


بسم الله الرحمن الرحيم

رب يسر وأعن ووفق للخير يا كريم

قال الشيخ الإمام العالم العلامة الأوحد الفهامة وحيد عصره، وفريد دهره: أبو الفرج عبد الرحمن بن الشيخ الإمام شهاب الدين أحمد بن رجب الحنبلي رحمه الله تعالى.

الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، مَنْ يهده الله فلا مضلَّ له، ومَنْ يضلل فلا هاديَ له.

وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم أما بعد:

Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang.

Ya Allah, mudahkanlah, berikanlah pertolongan dan keberhasilan dalam kebaikan, wahai Yang Maha Mulia.

Ucapan ini disampaikan oleh seorang ulama, imam, cendekiawan, yang unik di zamannya, dan unggul di masanya, yaitu Abu Al-Faraj Abdul Rahman bin Syaikh Imam Syahabuddin Ahmad bin Rajab Al-Hanbali, semoga Allah Yang Maha Tinggi merahmatinya.

Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, dan memohon ampunan-Nya. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan, tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Kami bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kami juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada-Nya, keluarganya, dan para sahabatnya. Setelah itu:

فقد وقع في هذا العام وهو عام أربعة وثمانين وسبعمائة حادثة، وهو أنه غم هلال ذي الحجة فأكمل الناس هلال ذي القعدة، ثم تحدث الناس برؤية هلال ذي الحجة، وشهد به أناس لم يسمع الحاكم شهادتهم، واستمر الحال على إكمال عدة شهر ذي القعدة، فتوقف بعض الناس عن صيام التاسع الذي هو يوم عرفة في هذا العام. وقالوا هو يوم النحر على ما أخبر به أولئك الشهود الذين لم تقبل شهادتهم، وقيل: إن بعضهم ضحى في ذلك اليوم، وحصل للناس بسبب ذلك اضطراب.

Pada tahun ini, tepatnya tahun 784 terjadi kejadian yang menyebabkan kebingungan. Hal ini terjadi ketika hilal Dzulhijjah tidak terlihat, sehingga orang-orang melanjutkan bulan Dzulqaidah. Kemudian, beberapa orang mengklaim melihat hilal Dzulhijjah dan bersaksi atasnya, namun kesaksian mereka tidak diterima oleh penguasa. Situasi ini berlanjut dengan melanjutkan bulan Dzulqaidah selama beberapa waktu. Sebagian orang kemudian berhenti berpuasa pada hari kesembilan, yang merupakan hari Arafah dalam tahun ini. Mereka mengklaim bahwa itu adalah hari penyembelihan berdasarkan kesaksian para saksi yang tidak diterima. Ada juga yang mengatakan bahwa beberapa dari mereka melakukan kurban pada hari tersebut. Karena itu, terjadi kekacauan di antara orang-orang.

فأحببت أن أكتب في ذلك ما يسره الله تعالى. وبه المستعان وعليه التكلان ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم.

Maka, saya ingin menulis apa yang diridhai oleh Allah Yang Maha Tinggi. Kami mencari pertolongan-Nya dan bertawakkal kepada-Nya, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.

فنقول: هذه المسألة لها صورتان:
إحداهما:
أن يكون الشك مستندا إلى قرائن مجردة، أو إلى شهادة من لا تقبل شهادته إما لانفراده بالرؤية أو لكونه ممن لا يجوز قبول قوله ونحو ذلك؛
فهذه المسألة قد اختلف الناس فيها على قولين.

Dalam hal ini, terdapat dua pandangan yang berbeda:

Pandangan pertama:
Keraguan didasarkan pada alasan yang bersifat spekulatif atau kesaksian dari seseorang yang kesaksiannya tidak diterima, baik karena dia menjadi satu-satunya yang melihat hilal atau karena dia adalah seseorang yang kesaksiannya tidak dapat diterima karena alasan tertentu. Tentang masalah ini, terdapat perbedaan pendapat di antara orang-orang.

أحدهما: أنه لا يصام في هذه الحالة. قال النخعي في صوم يوم عرفة في الحضر:  إذا كان فيه اختلاف فلا تصومن وعنه قال: كانوا لا يرون بصوم يوم عرفة بأسا إلا أن يتخوفوا أن يكون يوم الذبح. خرجهما ابن أبي شيبة في كتابه، وسنذكر عن مسروق وغيره من التابعين مثل ذلك فيما بعد إن شاء الله تعالى.

Salah satunya: Bahwa puasa tidak dijalankan dalam kondisi ini. Al-Nakha'i berkata tentang puasa pada hari Arafah : "Jika terjadi perbedaan pendapat, maka janganlah kamu berpuasa." Beliau juga berkata, "Mereka (para sahabat) tidak melihat adanya masalah dalam berpuasa pada hari Arafah kecuali mereka khawatir bahwa itu adalah hari penyembelihan." Kedua pernyataan ini diriwayatkan oleh Ibn Abi Shaybah dalam kitabnya. Dan nanti kami akan menyebutkan pernyataan serupa dari Masruq dan para pengikut generasi Tabi'in lainnya, jika Allah menghendak.

وكلام هؤلاء قد يقال- والله أعلم- إنه محمول على الكراهة دون التحريم. وقد ذكر شيخ الإسلام تقي الدين بن تيمية رحمه الله تعالى في صوم هذا اليوم في هذه الحالة أنه جائز بلا نزاع بين العلماء. قال: لأن الأصل عدم العاشر كما أنهم لو شكوا ليلة الثلاثين من رمضان هل طلع الهلال أم لم يطلع؟ فإنهم يصومون ذلك اليوم باتفاق الأئمة وإنما يوم الشك الذي رويت فيه الكراهة الشك في أول رمضان، لأن الأصل بقاء شعبان. انتهى.

Dan perkataan mereka dapat dikatakan -Wallahu A'lam- bahwa hal ini dimaknai sebagai makruh bukan haram. Sheikh al-Islam Taqi al-Din Ibn Taymiyyah, semoga Allah Yang Maha Tinggi merahmatinya, telah menyebutkan dalam masalah puasa pada hari ini dalam situasi seperti ini bahwa itu diperbolehkan tanpa adanya perselisihan di antara para ulama. Beliau berkata, "Karena asalnya adalah tidak berpuasa pada hari kesepuluh, sebagaimana jika mereka ragu tentang apakah hilal terlihat pada malam tanggal tiga puluh Ramadan atau tidak. Mereka akan berpuasa pada hari tersebut berdasarkan kesepakatan para imam. Hanya pada hari yang diragukan (hilal) itu, dikisahkan adanya ketidakdisukain (makruh) pada keraguan awal Ramadan, karena asalnya adalah bulan Sya'ban. Selesai."

فإما أن يكون اطلع على كلام النخعي وحمله على الكراهة. فلذلك نفى النزاع في جوازه، وإما أن يكون لم يطلع عليه، ومراده: أن يستصحب الأصل في كلا الموضعين، لأن الأصل بقاء الشهر المتيقن وجوده وعدم دخول الشهر المشكوك في دخوله، فكذلك هنا إذا شك في دخول ذي الحجة بنى الأمر على إكمال ذي القعدة، لأنه الأصل، ويصام يوم عرفة على هذا الحساب، وهو تكميل شهر ذي القعدة.

Ada dua kemungkinan dalam memahami pernyataan al-Nakha'i. Pertama, bahwa ia menganggapnya sebagai karaha (kekangan) tanpa mencapai tingkat haram. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan pendapat mengenai kebolehannya. Kedua, bisa juga dia tidak mengetahui pernyataan tersebut, dan maksudnya adalah bahwa kita harus mempertimbangkan asal dalam kedua situasi tersebut. Karena asalnya adalah tetapnya bulan yang telah dipastikan keberadaannya dan tidak masuknya bulan yang diragukan keberadaannya. Oleh karena itu, jika kita meragukan masuknya Dzulhijjah, kita akan menganggap Dzulqaidah telah mencapai bulan penuh, karena itu adalah asalnya, dan kita akan berpuasa pada hari Arafah berdasarkan perhitungan tersebut, yang merupakan penyelesaian dari bulan Dzulqaidah.

ولكن من السلف من كان يصوم يوم الشك في أول رمضان احتياطيا، وفرق طائفة منهم بين أن تكون السماء مصحية أو مغيمة؛ كما هو المشهور عن الإمام أحمد.

Di antara generasi salaf (pendahulu), ada yang berpuasa pada hari keraguan awal Ramadhan sebagai tindakan pencegahan. Namun, terdapat perbedaan di antara mereka apakah langit cerah atau mendung pada hari tersebut. Ini merupakan pandangan yang terkenal dari Imam Ahmad bin Hanbal.

والاحتياط هنا: إنما يؤثر في استحباب صيام الثامن والتاسع من ذي الحجة مع الشك احتياطا. كما قال ابن سيرين وغيره أنه مع اشتباه الأشهر في شهر المحرم يصام منه ثلاثة أيام احتياطا ليحصل بذلك صيام يوم التاسع والعاشر، ووافقه الإمام أحمد رحمه الله على ذلك.

Dalam konteks ini, tindakan pencegahan (ihtiyat) berpengaruh pada disunahkan berpuasa pada tanggal delapan dan sembilan Dzulhijjah dengan adanya keraguan. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Sirin dan yang lainnya, bahwa ketika terjadi keraguan dalam bulan Muharram, maka akan berpuasa selama tiga hari sebagai tindakan pencegahan untuk memastikan puasa pada tanggal sembilan dan sepuluh. Imam Ahmad bin Hanbal, semoga Allah merahmatinya, juga setuju dengan pandangan tersebut.

وقد روي عن ابن عباس رضي الله عنهما أنه كان يعلل صيام التاسع مع العاشر بالاحتياط أيضا خشية فوات صوم يوم عاشوراء.

Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, semoga Allah meridainya, bahwa beliau memotivasi berpuasa pada tanggal sembilan bersama dengan sepuluh sebagai tindakan pencegahan juga, dengan khawatir kehilangan kesempatan berpuasa pada hari Asyura.

وأما أن الاحتياط ينهض إلى تحريم صيام يوم التاسع من ذي الحجة لمجرد الشك فكلا، لأن الأصل بقاء ذي القعدة وعدم استهلاك ذي الحجة، فلا يحرم صوم يوم التاسع منه بمجرد الشك، كما يجب صوم الثلاثين من رمضان مع الشك في استهلاك شوال، لأن الأصل عدمه وبقاء رمضان.

Tindakan pencegahan tidak mengarah pada haramnya berpuasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah hanya karena adanya keraguan. Hal ini karena asalnya adalah tetapnya bulan Dzulqaidah dan tidak dimasukkannya bulan Dzulhijjah. Oleh karena itu, puasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah tidak diharamkan hanya karena adanya keraguan. Hal yang sama berlaku untuk puasa pada tanggal tiga puluh Ramadhan dengan keraguan mengenai dimulainya bulan Syawal. Karena asalnya adalah tetapnya bulan Ramadhan dan tidak dimasukkannya bulan Syawal.

القول الثاني: أنه يصام ولا يلتفت إلى الشك، وهو مروي عن عائشة رضي الله عنها من وجوه. قال عبد الرزاق في كتابه: أخبرنا معمر عن جعفر بن برقان عن الحكم أو غيره عن مسروق أنه دخل هو ورجل معه على عائشة يوم عرفة فقالت عائشة: يا جارية خوضي لهما سويقا وحليه، فلولا أني صائمة لذقته، قالا: أتصومين يا أم المؤمنين ولا تدرين لعله يوم النحر؟ فقالت: إنما يوم النحر إذا نحر الإمام وعظم الناس، والفطر إذا أفطر الإمام وعظم الناس. وروي من وجه آخر. رواه أبو إسحاق السبيعي عن مسروق قال: دخلت على عائشة أنا وصديق لي يوم عرفة فدعت لنا بشراب، فقالت: لولا أني صائمة لذقته. فقلنا لها: أتصومين والناس يزعمون أن اليوم يوم النحر؟ قالت: "الأضحى يوم يضحي الناس، والفطر يوم يفطر الناس": رواه الإمام أحمد عن ابن نميروابن فضيل كلاهما عن الأعمش عن أبي إسحاق به. خرجه عنه ابنه عبد الله في كتاب المسائل.

Pendapat kedua adalah bahwa puasa tetap dilakukan dan tidak memperhatikan keraguan. Hal ini juga diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu'anha dari beberapa sumber. Abdurrazzaq dalam kitabnya mengatakan: "Telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Ja'far bin Barqan dari Al-Hakam atau yang lainnya dari Masruq bahwa dia dan seorang pria masuk ke rumah Aisyah pada hari Arafah. Aisyah berkata: 'Wahai budak, sediakanlah untuk keduanya makanan dan minuman.' Jika bukan karena aku sedang berpuasa, aku akan mencicipinya.' Mereka bertanya: 'Apakah engkau berpuasa, wahai ibu kaum mukminin, sedangkan mereka berpendapat bahwa hari ini adalah hari penyembelihan?' Aisyah menjawab: 'Hari penyembelihan adalah ketika imam menyembelih dan orang-orang berhaji, sedangkan hari raya (Idul Fitri) adalah ketika imam berbuka dan orang-orang berbuka puasa.'" Juga diriwayatkan dari sisi lain. Abu Ishaq As-Sabi'i meriwayatkan dari Masruq bahwa dia masuk ke rumah Aisyah bersama seorang temannya pada hari Arafah, dan Aisyah memberikan minuman untuk mereka berdua. Aisyah berkata: "Jika bukan karena aku sedang berpuasa, aku akan mencicipinya." Mereka bertanya kepadanya: "Apakah engkau berpuasa sedangkan orang-orang mengatakan bahwa hari ini adalah hari penyembelihan?" Aisyah menjawab: "Hari Raya (Idul Adha) adalah hari ketika orang-orang menyembelih, dan hari raya (Idul Fitri) adalah hari ketika orang-orang berbuka puasa." Hal ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Numair dari Fudhail, keduanya dari Al-'Amasy dari Abu Ishaq. Ibnu Abdullah juga mengeluarkan hadis ini dalam kitab al-Masail berdasarkan riwayat ayahnya.

وخرجه أيضا عبدالله عن أبيه عن ابن مهدي عن سفيان عن أبي إسحاق عن أبي عطية ومسروق قالا : دخلنا على عائشة في اليوم الذي يشك فيه الأضحى، فقالت: خوضي لابني سويقا وحليه، فلولا أني صائمة لذقته. فقيل لها: يا أم المؤمنين: إن الناس يرون أن اليوم يوم الأضحى، فقالت: " إنما يوم الأضحى يوم يضحي الإمام وجماعة الناس ".

Dalam riwayat lain, Abdullah juga mengeluarkan hadis ini dari ayahnya, dari Ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Abu Atiyyah dan Masruq. Mereka berkata: "Kami masuk ke rumah Aisyah pada hari yang diragukan sebagai hari raya (Idul Adha). Aisyah berkata: 'Sediakanlah makanan dan minuman untuk anakku.' Jika bukan karena aku sedang berpuasa, aku akan mencicipinya.' Lalu mereka berkata kepadanya: 'Wahai ibu kaum mukminin, orang-orang berpendapat bahwa hari ini adalah hari raya (Idul Adha).' Aisyah menjawab: 'Hari raya (Idul Adha) adalah ketika imam menyembelih dan jamaah manusia menyembelih.'"

وكذا رواه شعبة عن أبي إسحاق عن أبي عطية ومسروق عن عائشة بنحوه.

ورواه دلهم بن صالح عن أبي إسحاق عن أبي عطية ومسروق عن عائشة. واختلف عليه في رفع آخر الحديث، وهو: "إنما الأضحى يوم يضحي الإمام "، فمن أصحابه من رفعه عنه وجعله من قول النبي صلى الله عليه وسلم، ومنهم من وقفه على عائشة، وهو الصحيح.

Shu'bah juga meriwayatkannya dari Abu Ishaq, dari Abu Atiyyah dan Masruq, dari Aisyah dengan cara yang serupa.

Dan Dalam riwayat lainnya, Duhlham bin Salih meriwayatkannya dari Abu Ishaq, dari Abu Atiyyah dan Masruq, dari Aisyah. Terjadi perbedaan pendapat mengenai pernyataan akhir hadis, yaitu "Hari raya (Idul Adha) adalah ketika imam menyembelih." Beberapa sahabat mengangkatnya dari Aisyah dan mengatribusikannya sebagai ucapan Nabi Muhammad ﷺ, dan ada yang menghubungkannya dengan Aisyah, yang merupakan pendapat yang benar.

ورواه أيضا مجالد عن الشعبي عن مسروق عن عائشة بنحوه موقوفا أيضا.
فهذا الأثر صحيح عن عائشة رضي الله عنها، إسناده في غاية   الصحة، ولا يعرف لعائشة مخالف من الصحابة. ووجه قولها: إن الأصل في هذا اليوم أن يكون يوم عرفة، لأن اليوم المشكوك فيه، هل هو من ذي الحجة أو من ذي القعدة؟ الأصل فيه: أنه من ذي القعدة فيعمل بذلك استصحابا للأصل.

ومأخذ آخر: وهو الذي أشارت إليه عائشة رضي الله عنها: أن يوم عرفة هو يوم مجتمع الناس مع الإمام على التعريف فيه، ويوم النحر هو الذي يجتمع الناس مع الإمام على التضحية فيه، وما ليس كذلك فليس بيوم عرفة، ولا يوم أضحى، وإن كان بالنسبة إلى عدد أيام الشهر هو التاسع، أو العاشر.

Narasi yang disampaikan oleh Majalid melalui al-Sya'bi melalui Masruq tentang pendapat Aisyah juga dinyatakan sebagai "mauquf" dalam sanadnya.

Narasi ini benar dari Aisyah, semoga Allah meridainya, dan sanadnya telah teruji dengan baik. Tidak ada pertentangan antara Aisyah dan salah satu sahabat. Inti pernyataannya adalah bahwa pada hari ini seharusnya merupakan hari Arafah, karena hari yang diragukan apakah termasuk bulan Dzulhijjah atau Dzulqaidah, maka asalnya adalah bulan Dzulqaidah.

Terdapat pendapat lain yang disampaikan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha, yaitu bahwa Hari Arafah adalah hari ketika orang-orang berkumpul bersama imam untuk melakukan definisi tertentu, dan Hari Nahr adalah hari ketika orang-orang berkumpul bersama imam untuk melakukan kurban. Jika tidak ada hal seperti itu, maka itu bukanlah Hari Arafah dan bukan pula Hari Raya Kurban, meskipun secara jumlah hari dalam bulan itu jatuh pada hari kesembilan atau kesepuluh.

وقد روي ذلك عن النبي صلى الله عليه وسلم من وجوه متعددة. خرجه الترمذي من طريق المقبري عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((الصوم يوم يصوم الناس، والفطر يوم يفطرون، والأضحى يوم يضحون)) وقال:   حسن غريب.

وخرجه أبو داود وابن ماجه من طريق ابن المنكدر عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم نحوه بدون ذكر " الصوم ".

وخرجه الترمذي من حديث ابن المنكدر عن عائشة رضي الله عنها عن النبي صلى الله عليه وسلم وقال صحيح.

Hal ini telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad ﷺ dalam berbagai cara. Terdapat riwayat dari Thirmidzi melalui jalur Al-Maqbari dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi Muhammad ﷺ, beliau bersabda: "Puasa pada hari ketika orang-orang berpuasa, Hari Raya Fitri pada hari ketika orang-orang berbuka, dan Hari Raya Kurban pada hari ketika orang-orang menyembelih hewan kurban." Thirmidzi mengatakan hadis ini hasan gharib.

Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah melalui jalur Ibnu Al-Munkadir dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi Muhammad ﷺ dengan makna yang serupa tanpa menyebutkan kata "puasa".

Thirmidzi juga meriwayatkan hadis ini dari Ibnu Al-Munkadir melalui Aisyah radhiyallahu 'anha dari Nabi Muhammad ﷺ, dan ia menyatakan bahwa hadis ini sahih.

وقد روي عن عائشة من وجوه أخر مرفوعا. وروي عن أبي هريرة من قوله موقوفا.

وروى السفاح بن مطر عن عبدالعزيز بن عبدالله بن خالد بن أسيد: أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: ((يوم عرفة اليوم الذي يعرف الناس فيه)) مرسل حسن، احتج به الإمام أحمد على أن الناس إذا وقفوا في يوم عرفة خطأ أجزأهم حجهم. وقال مجاهد: الأضحى يوم يضحون والفطر يوم يفطرون، والجمعة يوم يجمعون. خرجه عبد الله بن الإمام أحمد.

Terdapat riwayat lain yang disampaikan oleh Aisyah dalam berbagai cara yang diriwayatkan dengan sanad marfu' (berasal langsung dari Nabi Muhammad ﷺ). Juga riwayat dari Abu Hurairah yang diriwayatkan dengan sanad mawquf (berhenti pada sahabat tanpa mencapai Nabi Muhammad ﷺ).

As-Sufah bin Muthir meriwayatkan dari Abdul Aziz bin Abdullah bin Khalid bin Asid bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Hari Arafah adalah hari ketika manusia berkumpul dan dikenal di dalamnya." Hadis ini dikategorikan sebagai marfu' hasan. Imam Ahmad menggunakan hadis ini sebagai argumen bahwa jika seseorang berdiri di Arafah pada hari itu, kesalahan dalam pelaksanaan haji mereka akan diampuni. Mujahid juga mengatakan bahwa Hari Raya Kurban adalah hari ketika orang-orang menyembelih hewan kurban, Hari Raya Fitri adalah hari ketika orang-orang berbuka, dan Jumat adalah hari ketika orang-orang berkumpul. Hadis ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad.

الصّورة الثّانية:
أن يشهد برؤية هلال ذي الحجة من يثبت الشهر به، لكن لم يقبله الحاكم إما لعذر ظاهر، أو لتقصير في أمره.

ففي هذه الصورة، هل يقال: يجب على الشهود العمل بمقتضى رؤيتهم، وعلى من يخبرونه ممن يثق بقولهم، أم لا؟ فقد يقال: إن هذه المسألة تخرج على الخلاف المشهور في مسألة المنفرد برؤية هلال شوال، هل يفطر عملا برؤيته أم لا يفطر إلا مع الناس؟ وفي ذلك قولان مشهوران للعلماء:

أحدهما: لا يفطر. وهو قول عطاء، والثوري، والليث، وأبي حنيفة، وأحمد، وإسحاق. وروي مثله عن عمر بن الخطاب - رضي الله عنه.

والثاني: يفطر. وهو قول الحسن بن صالح والشافعي، وأبي ثور، وطائفة من أصحابنا. وروي عن مالك كلا القولين.

Dalam gambaran kedua:

Dikatakan bahwa saksi-saksi harus menyaksikan hilal Dzulhijjah untuk menetapkan awal bulan tersebut. Namun, penegak hukum (penguasa) mungkin tidak menerima kesaksian mereka karena alasan yang jelas atau karena kekurangannya.

Dalam situasi ini, apakah dikatakan bahwa saksi-saksi tersebut wajib beramal sesuai dengan kesaksian mereka, dan apakah orang yang diberitahu oleh mereka yang dipercayai harus mengikutinya? Pendapat dalam masalah ini berbeda dengan perbedaan yang terkenal dalam masalah orang yang melihat hilal Syawal sendirian, apakah ia harus berbuka berdasarkan penglihatannya sendiri atau hanya berbuka bersama orang lain? Dalam hal ini, terdapat dua pendapat yang terkenal di kalangan ulama:

Pendapat pertama: Tidak berbuka berdasarkan penglihatan individu. Ini adalah pendapat 'Athā', Ath-Thawri, Al-Laits, Abu Hanifah, Ahmad, dan Ishaq. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Umar bin Khattab - radhiyallahu 'anhu.

Pendapat kedua: Berbuka berdasarkan penglihatan individu. Ini adalah pendapat Al-Hasan bin Salih, Asy-Syafi'i, Abu Thaur, dan sebagian dari para ulama kami. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Malik, dan keduanya (pendapat tersebut) diriwayatkan dari beliau.

قالت طائفة من أصحابنا: هذه المسألة تبنى على هذا الأصل، وهو الصحيح من المذهب.

Sebagian dari sahabat kami mengatakan: "Masalah ini didasarkan pada prinsip ini, yang merupakan yang benar dalam mazhab ini."

فعلى قول من يقول: لا يفطر المنفرد برؤية هلال شوال، بل يصوم ولا يفطر إلا مع الناس. فإنه يقول: يستحب صيام يوم عرفة للشاهد الذي لم تقبل شهادته بهلال ذي الحجة، لأن هذا هو يوم عرفة في حق الناس، وهو منهم. ومن قال في الشاهد بهلال شوال يفطر سرا. قال ههنا: إنه يفطر ولا يصوم، لأنه يوم عيد في حقه. قال: وليس له التضحية قبل الناس في هذا اليوم، كما أنه لا ينفرد بالوقوف بعرفة دون الناس بهذه الرؤية، لأن الذين أمروا بالفطر في آخر رمضان إنما أمروا به سرا ولم يجيزوا له إظهاره. والانفراد بالذبح والوقوف فيه من مخالفة الجماعة ما في إظهار الفطر. وهذا ما ذكره الشيخ تقي الدين أبو العباس ابن تيمية رحمه الله تعالى، مع أنه قد روى عن سالم بن عبد الله بن عمر وخرجه عبد الرزاق عن سفيان الثوري، عن عمر بن محمد قال: شهد نفر أنهم رأوا هلال ذي الحجة فذهب بهم سالم إلى والي الحاج هو ابن هشام، فأبى أن يجيز شهادتهم، فوقف سالم بعرفة لوقت شهادتهم، فلما كان اليوم الثاني وقف مع الناس.

Menurut pendapat mereka yang mengatakan bahwa individu yang melihat hilal Syawal tidak boleh berbuka, tetapi harus berpuasa dan tidak berbuka kecuali bersama orang lain, mereka berpendapat bahwa disunnahkan untuk berpuasa pada hari Arafah bagi saksi yang tidak diterima kesaksiannya tentang hilal Dzulhijjah, karena itu adalah hari Arafah yang sebenarnya bagi orang banyak, dan dia termasuk di antara mereka. 

Bagi mereka yang berpendapat bahwa orang yang melihat hilal Syawal boleh berbuka secara rahasia. Di sini dikatakan bahwa dia boleh berbuka dan tidak berpuasa karena itu adalah hari raya baginya. Dia tidak boleh menyembelih kurban sebelum orang lain pada hari ini, sama seperti dia tidak boleh berdiri di Arafah sendirian dengan penglihatan ini tanpa orang lain, karena orang-orang yang memerintahkan berbuka di akhir Ramadan hanya memerintahkannya secara rahasia dan tidak mengizinkan dia untuk memperlihatkannya. Mengisolasi diri dalam penyembelihan dan berdiri di sana adalah melawan jamaah dalam memperlihatkan berbuka. Ini adalah apa yang disebutkan oleh Syekh Taqi al-Din Abu al-Abbas Ibn Taimiyah, semoga Allah merahmatinya. Meskipun telah diriwayatkan dari Salim bin Abdullah bin Umar dan diambil oleh Abdurrazzaq dari Sufyan al-Thawri, dari Umar bin Muhammad yang berkata: "Sejumlah orang bersaksi bahwa mereka melihat hilal Dzulhijjah, maka Salim pergi bersama mereka ke Wali Haji yang merupakan Ibn Hisyam, tetapi dia menolak untuk menerima kesaksiannya. Jadi Salim berdiri di Arafah untuk waktu kesaksiannya. Ketika hari kedua tiba, dia berdiri bersama orang banyak."

لكن الذبح ليس هو مثل الوقوف، لأنه لا ضرورة في تقديمه لامتداد وقته بخلاف الوقوف.

وقد يقال: إن صيام هذا اليوم في حق الشاهد، أو من أخبره به ينبني على اختلاف المآخذ في الأمر لمن انفرد برؤية هلال الفطر بالصيام مع الناس.

Namun, penyembelihan tidak sama seperti berdiri di Arafah, karena tidak ada kebutuhan untuk melakukannya lebih awal seperti berdiri di Arafah.

Terkadang dikatakan bahwa berpuasa pada hari ini bagi saksi atau orang yang diberitahu tentangnya tergantung pada perbedaan pendapat dalam masalah ini, bagi mereka yang melihat hilal Syawal secara individu, mereka dapat berpuasa bersama dengan orang lain.

وفي ذلك مآخذ:

أحدهما: الخوف من التهمة بالفطر.

والثاني: خوف الاختلاف وتشتت الكلمة، وأن يجعل لكل إنسان مرتبة الحاكم، وقواعد الشرع تأبى ذلك. وهو الذي ذكره الشيخ مجد الدين ابن تيمية وغيره.

  رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَـٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌۭ رَّحِيمٌ

Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.

TRENDING