Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Negeri Perlis (2006-2008, 2015-Now)
Salaf, Politik, dan Wajah Islam yang Bijak
Banyak orang mengira mengikuti manhaj Salaf berarti menjauh
dari urusan politik. Padahal, jika kita telusuri sejarah para sahabat dan ulama
generasi awal, mereka justru sangat peduli terhadap keadilan, kepemimpinan, dan
nasib umat.
Ceramah ini hadir untuk membuka pemahaman bahwa politik
dalam Islam bukan soal rebut kekuasaan, tapi soal menegakkan maslahat
dan mencegah kezaliman. Dengan bahasa yang jernih dan penuh adab, kita
diajak memahami batasan, ruang gerak, dan tanggung jawab kita sebagai Muslim
dalam urusan politik.
Ceramah ini bukan hanya membuka wawasan, tapi juga mengajak kita berpikir jernih dan bersikap bijak.
🧠 Ringkasan Poin-Poin Utama Ceramah:
1. Islam Itu Fleksibel dalam Politik, Kaku dalam Ibadah
- Ibadah
harus sesuai dengan tuntunan Nabi ﷺ (tidak boleh ditambah/dikurangi).
- Tapi
urusan kehidupan (termasuk politik) lebih luas dan lentur selama
tidak melanggar prinsip syariat.
2. Struktur Politik Berubah Seiring Zaman
- Zaman
Nabi ﷺ: tidak ada kementerian, parlemen, atau sistem birokrasi modern.
- Zaman
Umar bin Khattab: mulai diadopsi sistem administrasi dari Romawi dan
Persia.
- Politik
bukan sistem saklek, tapi soal mewujudkan keadilan dan maslahat umat.
3. Banyak Hadis Politik Punya Dimensi Konteks
- Ucapan
Nabi ﷺ bisa berbeda tergantung siapa yang bertanya, waktu, dan tempat.
- Karena
itu, tidak semua hadis diterapkan secara literal di zaman sekarang.
4. Contoh Salaf dalam Kebijakan Berbeda dari Zaman Nabi
- Umar
mewajibkan zakat kuda, padahal Nabi ﷺ tidak melakukannya.
- Umar
menolak pembagian rampasan perang kepada tentara, demi menjaga ekonomi
rakyat.
- Ibn
Taymiyyah mendukung penetapan harga pasar di masa krisis, meski dulu Nabi
menolaknya.
5. Ulama Salaf Tidak Mengharamkan Keterlibatan Politik
- Kritik
terhadap pemerintah boleh dalam kerangka adab dan niat perbaikan,
bukan hasutan atau makar.
- Salaf
tidak keluar memberontak dengan senjata, tapi mereka tetap berbicara soal
kebenaran dan keadilan.
6. Kritik Terbuka vs. Nasihat Diam-diam
- Nasihat
personal disampaikan dengan lembut.
- Tapi
jika menyangkut kebijakan publik atau urusan umat, umat berhak tahu
dan membahasnya.
7. Demokrasi & Sistem Kontemporer Bukan Hal Terkutuk
- Mengikuti
sistem demokrasi bukan berarti anti-Islam, selama tujuannya untuk
menegakkan keadilan dan menjaga maslahat.
- Justru
dalam sistem ini umat bisa bersuara dan memperjuangkan nilai-nilai Islam
secara sah.
8. Prinsip Salaf dalam Menghadapi Pemerintah
- Tidak
memberontak.
- Tidak
menyebar fitnah atau membuka aib pribadi.
- Tapi
tetap berani menyuarakan kebenaran jika ada kemungkaran
terang-terangan.
9. Keadilan Adalah Inti Syariat
- Ibn
Qayyim: “Apa pun yang keluar dari keadilan, maka itu bukan bagian dari
syariat meski ada nama syariat di dalamnya.”
- Jadi,
tegakkan keadilan dulu, baru jalankan hukum – bukan sebaliknya.
🏁 Penutup:
Ceramah ini mengajak kita untuk tidak menanggapi politik
dengan emosi atau apatisme, tetapi dengan ilmu, adab, dan rasa tanggung jawab.
Karena Islam bukan hanya untuk sajadah dan masjid — tapi juga untuk mengatur
dunia dengan adil dan rahmat.
🎧 Dengarkan dengan hati
terbuka.
📖
Karena jadi salafi bukan berarti harus diam terhadap ketidakadilan.
💬
Bersuara bukan berarti melawan — kadang itu justru bentuk cinta.