} h3.post-title { text-align: center; } .post-title {text-align:center;} -->

Konsep Fatwa Dan Ijtihad Dalam Ushul Fiqh (1)

PENGANTAR

Berdasarkan konsep ijtihad dan fatwa, seseorang dapat melakukan ijtihad atau fatwa jika memiliki kualifikasi tertentu seperti memahami prinsip-prinsip istinbat dalam hukum Islam. Konsep umum ini memungkinkan banyak pihak melakukan ijtihad dan fatwa. Selanjutnya ada kaidah fikih yang artinya, “ijtihad tidak dapat membatalkan ijtihad yang lain” menyebabkan sebagian pihak mengeluarkan fatwanya sendiri tanpa perlu taklid atau mengikuti fatwa dari pihak lain. Hal ini dapat menimbulkan masalah dan kekurangan yang besar karena tidak semua orang mampu mengeluarkan fatwa dengan baik melalui sumber-sumber syariah yang shahih.

KONSEP FATWA DAN IJTIHAD DALAM USHUL AL-FIQH

Ilmu Ushul Fiqh merupakan esensi utama dalam metode fatwa yang menjadi syarat utama kualifikasi seorang mufti. Fatwa adalah pendapat atau keputusan baik pribadi atau dihasilkan oleh sekelompok mujtahid tentang hukum Islam tertentu. Ketepatan suatu fatwa tergantung pada metode penalaran yang digunakan dan kesejajarannya dengan maqasid al-syariah. Menurut Abu al-Hasan al-Basri (al-Jawziyyah, 1973), al-Ghazali (1997), al-Shirazi (1985), al-Amidi (2003), Ibnu Qayyim (1973) dan al-Syaukani (1999) , Seorang mufti adalah seorang mujtahid, yaitu orang yang mampu melakukan ijtihad dan istinbat yang sah (al-Qayyim, 1973; al-Raisuni, 2014). Dengan demikian mufti dan mujtahid pada umumnya sama, hanya berbeda pada sebab terjadinya, yaitu dikeluarkannya fatwa untuk menjawab suatu pertanyaan atau masalah yang telah terjadi.

Meski begitu, mufti juga dapat bertindak proaktif dalam menghadapi suatu masalah dengan memerintahkan penelitian hukum tertentu sekalipun tidak ada penerapan fatwa sebagai langkah persiapan (Wan Abd. Rahman Khudzri, 2006). Berdasarkan hal tersebut, ada sebagian ulama yang tidak membedakan antara fungsi mufti dan mujtahid karena masing-masing mampu mengeluarkan undang-undang baik karena adanya pertanyaan atau tidak (al-Syatibi, 1997). Adapun pengertian ijtihad, al-Syaukani mengartikannya sebagai mengerahkan kemampuan untuk memperoleh hukum Islam yang komprehensif dengan mengikuti cara istinbat (pengambilan dalil) yang benar (al-Syaukani, 1999). Sedangkan al-Amidi mendefinisikan ijtihad sebagai mencurahkan seluruh kemampuan untuk memahami hukum syari'ah yang bersifat zanni, hingga ia merasa dirinya tidak mampu menemukan lebih dari itu (al-Amidi, 2003). Berdasarkan hal tersebut, al-Ghazali (1997) menjadikan keterbatasan semua kemampuan sebagai bagian dari definisi al-ijtihad al-tam (ijtihad sempurna). 

Dengan demikian, ijtihad dapat dipahami sebagai upaya seorang mujtahid yang memaksimalkan segala upayanya dari segi mental dan intelektual untuk mempelajari dan memahami hukum syar'ah. Merupakan upaya yang pada akhirnya menghasilkan suatu temuan atau keputusan dari ijtihad yang kemudian disebut fatwa. Jadi, fatwa adalah hasil ijtihad. Ijtihad dapat dipahami sebagai upaya seorang mujtahid yang memaksimalkan seluruh upaya mental dan intelektualnya untuk mempelajari dan memahami hukum Islam. Merupakan upaya yang pada akhirnya menghasilkan suatu temuan atau keputusan dari ijtihad yang kemudian disebut fatwa. Jadi, fatwa adalah hasil ijtihad. 

Fatwa yang diputuskan oleh seorang mujtahid terkadang sama dengan pandangan mujtahid lainnya, dan terkadang berbeda. Hal ini karena merupakan hasil intelektual seorang mujtahid tanpa dipengaruhi oleh mujtahid lainnya. Karena itu, ijtihad seorang mujtahid tidak dapat dibatalkan oleh mujtahid lainnya (Asni & Sulong, 2021).

Bersambung di sini

Sumber (berbahasa Melayu) : https://khazanahfiqh.blogspot.com/2023/01/peranan-kaedah-muraah-al-khilaf.html

  رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَـٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌۭ رَّحِيمٌ

Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.

TRENDING