} h3.post-title { text-align: center; } .post-title {text-align:center;} -->

CALON YANG TIDAK BOLEH DIPILIH SEBAGAI PEMIMPIN OLEH SEORANG MUSLIM KETIKA IA DIBERI PILIHAN UNTUK MEMILIH

Siri bimbingan dan edukasi untuk masyarakat muslim di negeri yang diberlakukan PRU (Pilihan Raya Umum) atau PEMILU (Pemilihan Umum), baik di negeri yang mayoritas muslim maupun ketika mereka minoritas di bawah otoritas non-muslim.

Oleh: 
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Kerajaan Negeri Perlis



1. Kami menyadari bahwa politik adalah tentang pengelolaan urusan kekuasaan untuk memastikan kesejahteraan hidup sesama manusia di dunia ini.

Hukum-hakam syariat sangat luas memberikan izin atau pilihan bagi seorang Muslim dalam menentukan cara atau pendekatan dalam urusan kehidupan, selama tidak bertentangan dengan perintah agama. Ini disebut sebagai kaedah "الأصل في الأشياء الإباحة" yang berarti hukum asal bagi setiap hal adalah diperbolehkan. Berbeda dengan urusan ibadah khusus yang memerlukan dalil untuk setiap amalannya. Artinya, dalam pengelolaan kehidupan ini, semua diperbolehkan selama tidak ada larangan syariat. Maka, dalam hal ini, janganlah ditanya "apakah dalil yang membolehkan?" Sebaliknya, tanyalah apakah dalil yang melarang.

2. Pada dasarnya, Islam menuntut pelantikan orang yang berkualifikasi

Firman Allah dalam Surah al-Nisa ayat 58:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu memberikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu berhukum di antara manusia, hendaklah kamu berhukum dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu."

Dalam waktu yang sama, Allah melarang pengkhianatan terhadap amanah yang dipikul oleh seseorang. Melantik atau memilih mereka yang tidak layak berarti terlibat dalam pengkhianatan terhadap amanah. Firman Allah dalam Surah al-Anfal ayat 27: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati (amanah) Allah dan Rasul-Nya, dan (janganlah) kamu mengkhianati amanah-amanah kamu, sedangkan kamu mengetahui (salahnya)."

3. Siapakah yang layak? 

Untuk menjawab pertanyaan ini, harus merujuk pada jenis jabatan yang diberikan dan ruang tugas yang akan dijalankan. Ini merupakan ijtihad kehidupan di mana manusia dapat memiliki pandangan berbeda-beda tentang hal ini. Namun, secara umum, Al-Quran menyebutkan:

إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

 "Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja ialah al-qawiy (yang kuat) lagi al-amin (yang beramanah)" (Surah al-Qasas:26). 

"Kuat" merujuk pada kemampuan untuk menunaikan tugas tersebut. 

Sementara "amanah" adalah kualitas atau nilai kejujuran yang ada dalam diri seseorang. 

Kejujuran seseorang biasanya dapat dilihat dari rekam jejak dan prestasi kerja seseorang dalam bertanggung jawab. Sedangkan kemampuan dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda, tergantung pada pencapaian yang diinginkan oleh pihak yang melantik atau memilih. Setiap orang mungkin memiliki sudut pandangnya sendiri dalam menilai kualitas ini.

4. Dengan demikian, tulisan ini tidak akan menyebutkan siapa yang harus dipilih oleh seorang Muslim dalam PRU karena itu terserah pada pertimbangan politik individu. Namun, tulisan ini akan menyebutkan calon-calon yang tidak boleh dipilih oleh seseorang. Tulisan ini lebih merujuk kepada calon, bukan partai politik. 

 Di sini saya sebut ciri-ciri calon yang tidak boleh mendapatkan dukungan untuk menjadi anggota parlemen atau dewan undangan negeri karena itu akan memberikan kuasa kepada mereka yang tidak layak dan merusak masyarakat.


CALON-CALON YANG TIDAK BOLEH DIBERIKAN HAK PILIH


Pertama:
Calon yang telah menunjukkan permusuhan terhadap Islam

Sikap anti-Islam dapat dilihat melalui pernyataan atau tindakan yang pernah dilakukan sebelumnya. Allah menyebut dalam Surah Ali 'Imran ayat 118: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ بِطَانَةٗ مِّن دُونِكُمۡ لَا يَأۡلُونَكُمۡ خَبَالٗا وَدُّواْ مَا عَنِتُّمۡ قَدۡ بَدَتِ ٱلۡبَغۡضَآءُ مِنۡ أَفۡوَٰهِهِمۡ وَمَا تُخۡفِي صُدُورُهُمۡ أَكۡبَرُۚ قَدۡ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِۖ إِن كُنتُمۡ تَعۡقِلُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang yang bukan dari kalangan kamu menjadi teman dekat. Mereka tidak akan berhenti-henti berusaha mendatangkan bencana kepada kamu. Mereka suka dengan kesulitan yang menimpa kamu. Telah nyata kebencian mereka dalam perkataan mereka, dan apa yang disembunyikan di dalam hati mereka lebih besar lagi. Sesungguhnya kami telah menjelaskan kepada kamu tanda-tanda kebenaran jika kamu menggunakan akal." 

Memilih mereka berarti mengkhianati agama dan negara.


Kedua:
Calon yang jelas mendukung pihak yang memusuhi Islam, meskipun dia mengaku sebagai seorang Muslim

Ini termasuk dalam kategori orang munafik. Allah berfirman dalam Surah al-Nisa ayat 138-140: 

بَشِّرِ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ بِأَنَّ لَهُمۡ عَذَابًا أَلِيمًا ٱلَّذِينَ يَتَّخِذُونَ ٱلۡكَٰفِرِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۚ أَيَبۡتَغُونَ عِندَهُمُ ٱلۡعِزَّةَ فَإِنَّ ٱلۡعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعٗا ٱلَّذِينَ يَتَّخِذُونَ ٱلۡكَٰفِرِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَۚ أَيَبۡتَغُونَ عِندَهُمُ ٱلۡعِزَّةَ فَإِنَّ ٱلۡعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعٗا  وَقَدۡ نَزَّلَ عَلَيۡكُمۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أَنۡ إِذَا سَمِعۡتُمۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ يُكۡفَرُ بِهَا وَيُسۡتَهۡزَأُ بِهَا فَلَا تَقۡعُدُواْ مَعَهُمۡ حَتَّىٰ يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيۡرِهِۦٓ إِنَّكُمۡ إِذٗا مِّثۡلُهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ جَامِعُ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡكَٰفِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا

"Sampaikanlah berita kepada orang-orang munafik bahwa bagi mereka disediakan siksa yang pedih. (Yaitu) orang-orang yang menjadikan golongan kafir sebagai teman dekat dengan meninggalkan golongan yang beriman. Apakah mereka mencari kekuatan di pihak orang-orang kafir itu? Padahal segala kekuatan itu hanyalah milik Allah. Allah telah menurunkan perintah kepada kamu dalam Al-Quran, yaitu jika kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diolok-olokkan oleh orang-orang kafir dan munafik, maka janganlah kamu berdiam diri bersama mereka hingga mereka beralih ke pembicaraan lain. Karena jika kamu melakukannya, maka kamu akan sama seperti mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka Jahannam."


Ketiga:
Calon yang memiliki rekam jejak korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, atau menunjukkan kesediaan atau potensi untuk terlibat dalam tindakan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan

Calon-calon seperti ini termasuk dalam kategori orang-orang zalim. Memilih mereka berarti memberikan kekuasaan kepada seseorang yang akan berbuat zalim dalam negara. Allah berfirman dalam Surah Hud ayat 113:

وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ

"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang berbuat zalim, nanti kamu akan disambar oleh api neraka."

Sabda Nabi s.a.w:

وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ مَا كَانَ يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ يَكْتُبُ اللَّهُ لَهُ بِهَا سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ

"Dan sesungguhnya seseorang bisa mengucapkan satu kalimat yang membuat Allah marah, padahal dia tidak menyangka bahwa ucapan itu akan mencapai tingkat sedemikian rupa. Lalu Allah mencatat kemurkaan-Nya karena ucapan tersebut hingga pada hari dia bertemu dengan Allah." (Riwayat Malik dan al-Tirmizi).

Kalimat itu dapat memiliki dampak besar dalam konteks negara seperti kita, terutama dalam pemilihan umum, karena itu bisa memberikan seseorang mandat atau kekuasaan yang dapat menyebabkan penindasan terhadap banyak rakyat. Oleh karena itu, setiap orang harus mempertimbangkan dampak suara yang diberikan kepada seorang calon terhadap negara dan rakyat.


Keempat:
Calon yang menunjukkan sikap zalim dalam pengelolaan atau administrasi karena mengutamakan kepentingan diri sendiri, keluarga, kelompok tertentu, atau bangsa tertentu

Calon-calon dengan catatan seperti ini, atau cenderung memiliki sikap seperti ini, tidak boleh dipilih karena mereka juga termasuk dalam kategori orang-orang zalim. Begitu pula calon-calon yang sangat bersikap sektarian dan fanatik terhadap suatu aliran, sehingga cenderung untuk melakukan ketidakadilan dan penindasan terhadap pihak lain. Allah berfirman dalam Surah al-Maidah, ayat 8:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu selalu menjadi orang-orang yang menegakkan keadilan karena Allah dan jangan sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kelompok membawamu pada ketidakadilan. Berlaku adillah, karena sikap adil itu lebih dekat dengan taqwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan mendalam apa yang kamu lakukan."


Kelima:
Calon yang memiliki catatan pelayanan yang buruk

Ini mencakup calon yang sering tidak hadir di parlemen, tidak peduli dengan tugas-tugasnya, gagal memenuhi aspirasi penduduk daerahnya, sulit dihubungi, sombong, dan sebagainya. Sabda Nabi s.a.w:

لاَ يُلْدَغُ المُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ

"Seorang mukmin tidak akan digigit dua kali dari lubang yang sama." (Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Maksud dari hadis ini adalah seorang mukmin tidak seharusnya terjebak dalam penipuan yang sama dua kali. Jika pada kali pertama mungkin karena kurangnya pengetahuan tentang karakter calon tersebut, namun setelah memiliki catatan pelayanan buruk di masa lalu, maka tidak boleh terperangkap lagi untuk kali kedua.


Keenam:
Calon yang secara jelas tidak berkeupayaan untuk menjalankan perannya

Ini dapat dilihat dari segi keterampilan calon, latar belakang pendidikan, usia, dan kondisi kesehatan. Rekam jejak ketidakmampuan seorang calon di masa lalu juga bisa dinilai. Dalam konteks politik negara ini, seorang yang dipilih untuk menjadi anggota parlemen atau dewan legislatif harus mampu menjalankan tugas-tugas yang terkait. Jika kita memilih seseorang yang kita tahu atau percaya tidak mampu menjalankan tugas tersebut, maka itu berarti kita melakukan pengkhianatan. Sabda Nabi s.a.w:

وَمَنْ أَشَارَ عَلَى أَخِيهِ بِأَمْرٍ يَعْلَمُ أَنَّ الرُّشْدَ فِي غَيْرِهِ فَقَدْ خَانَهُ

"Siapa pun yang memberikan pendapat untuk saudaranya dalam suatu perkara, padahal dia tahu bahwa kebaikan ada pada perkara yang lain (pendapat lain), maka dia telah mengkhianatinya." (Riwayat Abu Daud, dinilai sebagai hadits hasan).

Oleh karena itu, kita tidak boleh memilih seorang calon hanya berdasarkan hubungan keluarga, teman, atau partai politik. Sebaliknya, kita harus mempertimbangkan kelayakan dan kemampuan calon untuk menjalankan tugas. Nabi s.a.w juga tidak memberikan jabatan kepada Abu Zar meskipun dia adalah seorang sahabat Nabi yang saleh dan disayangi oleh Nabi s.a.w., karena Abu Zar dianggap tidak memiliki kemampuan untuk jabatan tersebut. Baginda bersabda:

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا تَسْتَعْمِلُنِي قَالَ فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِي ثُمَّ قَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا

"Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, mengapakah kamu tidak menugaskanku?' Baginda menepuk bahuku dan bersabda, 'Wahai Abu Zar, sesungguhnya engkau ini lemah, sedangkan jabatan itu adalah amanah. Ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan di hari kiamat, kecuali bagi seseorang yang mengambilnya dengan kelayakan dan menunaikan tuntutan-tuntutannya." (Riwayat Muslim).

Hadits ini juga menunjukkan bahwa ketokohan seseorang dalam bidang agama tidak selalu menjamin dia layak untuk menduduki suatu jabatan jika dia tidak memiliki kualitas untuk itu.


Ketujuh:
Calon-calon yang memiliki rekam jejak suka berbohong

Hal ini dapat diketahui dari latar belakang calon sebelumnya, seperti menipu dengan menggunakan dalil agama, menipu dalam bisnis, memalsukan sertifikat, berbohong di tempat kerja, menipu orang lain dalam urusan, dan sejenisnya. Nabi s.a.w. menyebutkan bahwa kebohongan akan membawa pada perbuatan kejahatan, dan kejahatan akan membawa pada neraka. Melantik pemimpin yang suka berbohong hanya akan merusak negara. Sabda Nabi s.a.w:

وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

"Hindarilah berbohong, karena kebohongan akan mengarahkan kepada perbuatan kejahatan, dan perbuatan kejahatan akan mengarahkan kepada neraka. Seseorang akan terus berbohong dan berusaha berbohong sehingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta." (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Kata Khalifah Abu Bakar al-Siddiq ketika memberikan ucapan sebagai khalifah:

الصدق أمانة والكذب خيانة

"Kebenaran adalah amanah dan kebohongan adalah khianat." (Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, 4/232. Beirut: Dar al-Khair).


5. Ini adalah daftar calon yang dilarang berdasarkan nas-nas agama untuk memegang kekuasaan dalam masyarakat Muslim khususnya, dan masyarakat awam secara umumnya. Memilih calon-calon ini berarti menyumbang pada kezaliman dan kerusakan negara dan masyarakat. Allah dan Rasul-Nya memberikan peringatan yang tegas terhadap mereka yang bersekongkol dengan kezaliman.

6. Jika daftar calon di suatu tempat termasuk dalam yang disebutkan di atas, pemilih harus mempertimbangkan tingkat bahaya atau kerugian dari setiap calon, kemudian memilih yang paling sedikit berpotensi merugikan di antara mereka secara perbandingan.


Sumber: https://muftiperlis.gov.my/index.php/minda-mufti/725-senarai-calon-pru-yang-tidak-boleh-diundi


  رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَـٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌۭ رَّحِيمٌ

Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.

TRENDING