POLITIK DAN ASASNYA DALAM ISLAM

Oleh:
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Kerajaan Negeri Perlis

Politik dalam Islam: Keadilan Bukan Sekadar Nama, Tapi Tanggung Jawab

Bicara soal politik di kalangan umat Islam sering menimbulkan keresahan. Apalagi jika sudah tercampur dengan fanatisme kelompok, hujah agama yang dipotong-potong, dan kepentingan tertentu. Namun sebenarnya, Islam tidak tabu terhadap politik — justru sejak awal Islam sudah membawa prinsip-prinsip kenegaraan dan kepemimpinan yang sangat mendalam.

Melalui ceramah ini, kita diajak untuk melihat politik bukan sebagai perebutan kuasa, tetapi sebagai amanah untuk menjaga keadilan dan maslahat. Disampaikan dengan gaya bicara yang santai, diselingi kisah para sahabat dan sejarah umat Islam, isi ceramah ini mengajak kita untuk berpikir ulang: "Apa tujuan politik dalam Islam? Siapa yang seharusnya memimpin? Haruskah negara itu bernama Islam dulu baru adil, atau cukup tegakkan keadilan untuk menjadi Islamik?"

Kalau kamu ingin memahami bagaimana Islam memandang demokrasi, hudud, sekularisme, hingga kritik terhadap pemerintah — ceramah ini sangat layak kamu dengarkan. Tenang, tidak berat. Tapi menyentuh.

🧭 Rangkuman Poin-Poin Penting Ceramah:

1. Politik dalam Islam: Bukan Hal Asing

  • Islam tidak memisahkan diri dari politik, bahkan sejak awal datang untuk menata urusan manusia.
  • Tujuan utama politik: menjaga kemaslahatan (maslahah) manusia.

2. Prinsip Dasar Politik Islam

  • Dua ciri utama kepemimpinan menurut Al-Qur’an dan sunnah: kuat (kompeten) dan amanah.
  • Berdasarkan QS An-Nisa’ 58 dan kisah Nabi Musa.

3. Pemimpin Tidak Mesti Ustaz

  • Layak memimpin itu berdasarkan kemampuan, bukan semata status keagamaan.
  • Nabi SAW sendiri memilih pemimpin berdasarkan kapasitas, termasuk ‘Amr bin al-‘Ash dan Khalid bin al-Walid.

4. Sekularisme: Salah Faham Berakar

  • Sekularisme Kamal Atatürk ≠ Sekularisme Perancis.
  • Barat memahami sekularisme sebagai pemisahan otoritas, tapi tetap menjamin kebebasan beragama.
  • Di dunia Islam, istilah ini disalahfahami karena sejarah traumatis.

5. Hudud: Bukan Agenda Pertama

  • Hudud hanya relevan dalam sistem yang adil dan stabil.
  • Nabi SAW tidak memotong tangan pencuri dalam kondisi darurat, seperti perang dan musim kelaparan.
  • Fokus pertama negara Islam adalah mewujudkan keadilan sosial.

6. Mengkritik Pemimpin: Sunnah Para Sahabat

  • Umar bin Khattab, Muawiyah, bahkan Nabi SAW membuka ruang kritik.
  • Kritik dilakukan untuk menjaga amanah, bukan untuk menjatuhkan pribadi.

7. Politik Jangan Membunuh Ukhuwah

  • Fanatisme politik bisa membuat sesama Muslim saling benci dan memutus silaturrahim.
  • Kita perlu dewasa: kritik boleh, benci tidak.

8. Ukuran Politik Islam: Keadilan dan Maslahat

  • Negara yang menjamin hak, menjaga harta rakyat, menolak korupsi — itulah yang lebih “Islamik”, meskipun tidak bernama “negara Islam”.