1. Para ulama sepakat bahwa seseorang yang bermusafir diperbolehkan untuk mengqasarkan solat empat rakaat menjadi dua rakaat. Sebagian besar ulama juga setuju bahwa seseorang yang bermusafir boleh melakukan jamak (menggabungkan) solat, kecuali Mazhab Hanafi yang membatasinya saat berada di Muzdalifah selama ibadah haji.
2. Namun, para ulama berbeda pendapat tentang jarak yang memungkinkan untuk melakukan jamak dan qasar, serta lamanya waktu yang memungkinkan bagi seorang musafir untuk melakukannya.
3. Terkait dengan jarak yang membolehkan seseorang untuk melakukan jamak dan qasar, telah dikeluarkan fatwa oleh jawatankuasa ini yang berjudul "Fatwa Jarak Solat Qasar".
4. Mengenai lamanya waktu yang memungkinkan untuk melakukan jamak dan qasar, setelah mempertimbangkan berbagai pendapat dari para ulama empat mazhab dan selainnya, jawatankuasa ini merumuskan sebagai berikut:
- Seseorang yang bermusafir dan mengetahui lamanya dia akan berada di suatu tempat, boleh melakukan jamak dan qasar selama waktu tersebut tidak melebihi tiga hari, tanpa memperhitungkan hari kedatangan dan hari kepulangan. Jika dia mengetahui bahwa lamanya keberadaannya di tempat tersebut melebihi tiga hari (tanpa memperhitungkan hari kedatangan dan hari kepulangan), maka dia tidak boleh melakukan jamak dan qasar mulai dari saat dia tiba di tempat itu. Ini adalah pendapat yang dipegang oleh Mazhab al-Syafie dan banyak fuqaha lain. Pendapat ini lebih berhati-hati dalam menilai lamanya izin yang diberikan kepadanya selama perjalanan. Selain itu, ada pendapat ulama seperti al-Imam Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim yang menyatakan bahwa seseorang yang bermusafir boleh terus melakukan jamak dan qasar tanpa terikat dengan lamanya perencanaan untuk berada di tempat tersebut, selama dia berniat untuk kembali ke tempat asal atau ke tempat lain setelah menyelesaikan urusannya di tempat tersebut. Pendapat kedua ini memudahkan bagi mereka yang terlibat dalam banyak urusan selama masa perjalanan mereka di suatu tempat yang melebihi tiga hari. Kedua-dua pendapat ini dapat diamalkan, namun pendapat yang pertama lebih berhati-hati (ahwat).
- Bagi seorang musafir yang berada di suatu tempat tanpa menetapkan lamanya keberadaannya di situ, melainkan tergantung pada urusan yang akan diuruskan yang mungkin melibatkan lamanya waktu yang pendek atau panjang, dia boleh melakukan jamak dan qasar tanpa batasan waktu tertentu, bahkan jika itu memakan waktu yang lama. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari Mazhab Hanafi, Maliki, Hanbali, dan Ibn Uthaimin.
- Seseorang yang selalu berada dalam perjalanan tanpa menetap di suatu tempat, seperti pilot, pelaut, astronaut, pengemudi transportasi umum, dan sejenisnya, maka selama masa perjalanan tersebut dia diperbolehkan untuk melakukan jamak dan qasar.
- Seseorang yang memiliki dua tempat tinggal atau lebih dalam jarak musafir, maka dia tidak boleh melakukan jamak dan qasar di tempat tinggal utamanya.
- Tamat -
Persetujuan Ahli Jawatankuasa Fatwa Negeri Perlis :
1. YBhg. S.S Profesor Dato’ Arif Perkasa Dr Mohd Asri Bin Zainul Abidin - Mufti Negeri Perlis
2. Sahibul Fadhilah Ustaz Tajul Urus bin Abdul Halim – Timbalan Mufti Perlis
3. Sahibul Fadhilah Dato’ Dr. Johari bin Mat
4. Sahibul Fadhilah Profesor Dr.Basri bin Ibrahim
5. Sahibul Fadhilah Prof Madya Dr. Muhamad Rozaimi bin Ramle
6. Sahibul Fadhilah Dr. Hj Zaharuddin Bin Hj Abdul Rahman
7. Sahibul Fadhilah Profesor Dr. Azman Bin Mohd Noor
8. Sahibul Fadhilah Prof Madya Dr. Mohd Akram Bin Dato’ Dahaman @ Dahlan
9. Sahibul Fadhilah Dr. Kamilin bin Jamilin
10. Sahibul Fadhilah Dr. Ahmad Sufian Bin Che Abdullah
11. Sahibul Fadhilah Prof Madya Dr Ahmad Wifaq Bin Mokhtar
12. Sahibul Fadhilah Ustaz Syed Abu Bakar Bin Syed Kamal Bharin
13. Sahibul Fadhilah Dr. Muhammad Lukman Bin Mat Sin
14. Ustaz Muhammad Khidhir Bin Abdul Ghani - Setiausaha
https://muftiperlis.gov.my/index.php/himpunan-fatwa-negeri/734-fatwa-berkaitan-tempoh-dibenarkan-solat-jamak-dan-qasar