SEMINAR PENERANGAN ISU-ISU FATWA
Konsep Fatwa Dan Ijtihad Dalam Ushul Fiqh (1)
PENGANTAR
Berdasarkan konsep ijtihad dan fatwa, seseorang dapat melakukan ijtihad atau fatwa jika memiliki kualifikasi tertentu seperti memahami prinsip-prinsip istinbat dalam hukum Islam. Konsep umum ini memungkinkan banyak pihak melakukan ijtihad dan fatwa. Selanjutnya ada kaidah fikih yang artinya, “ijtihad tidak dapat membatalkan ijtihad yang lain” menyebabkan sebagian pihak mengeluarkan fatwanya sendiri tanpa perlu taklid atau mengikuti fatwa dari pihak lain. Hal ini dapat menimbulkan masalah dan kekurangan yang besar karena tidak semua orang mampu mengeluarkan fatwa dengan baik melalui sumber-sumber syariah yang shahih.KONSEP FATWA DAN IJTIHAD DALAM USHUL AL-FIQH
Apakah Rantai Sanad Masih Diperlukan Hingga Saat Ini?
1. Apakah itu sanad? Sanad adalah rangkaian periwayatan dari seorang perawi kepada perawi yang lain sehingga mencapai matan (teks) yang diriwayatkan. Matan tersebut bisa berupa hadis, perkataan sahabat, tabi'in, atau yang lainnya. Tujuan dari sanad adalah untuk menyelidiki sejauh mana kevalidan suatu riwayat. Sanad digunakan untuk menentukan apakah perawi tersebut jujur, apakah terdapat keraguan atau kelemahan dalam hafalannya, atau apakah rangkaian riwayat tersebut terputus yang menunjukkan bahwa para perawi tidak bertemu satu sama lain, yang semuanya ini dapat mempengaruhi nilai suatu riwayat. Hal ini dikemukakan oleh tokoh agung tabi'in, Muhammad ibn Sirin (wafat tahun 110H):
لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الْإِسْنَادِ، فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ، قَالُوا: سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ، فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ، وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ
“Mereka (ahlus sunnah) sebelum itu tidak bertanya tentang sanad, tetapi ketika terjadi fitnah (kesamaran), mereka pun berkata, “Sebutkanlah kepada kami ñama para perawimu.” Apabila dilihat yang menyampaikannya adalah ahlus sunnah maka hadisnya diterima, tetapi bila yang menyampaikannya adalah ahli bid'ah maka hadisnya ditolak.” (Mukaddimah Shahih Muslim, 1/15)
Soal Jawab dengan Pelajar Wanita dari Indonesia
Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
WAJAH MUSUH TIDAK DIPUKUL, APATAHLAGI ANAK ISTERI
1. Islam menghormati kedudukannya insan yang mana Allah telah tegaskan kemuliaannya dalam al-Quran pada Surah al-Isra ayat 70:
۞ وَلَقَدۡ كَرَّمۡنَا بَنِيٓ ءَادَمَ وَحَمَلۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ وَرَزَقۡنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلۡنَٰهُمۡ عَلَىٰ كَثِيرٖ مِّمَّنۡ خَلَقۡنَا تَفۡضِيلٗا ٧٠
(maksunya) “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
2. Atas penghormatan kepada keturunan Adam, maka Nabi s.a.w melarang kita memukul, menampar ataupun mencederakan wajah ataupun muka sesama insan sekalipun di medan peperangan. Ini kerana muka merupakan tempat kemuliaan seseorang.
NAS HADIS
Dalam hadis yang sahih Nabi s.a.w bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا قَاتَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْتَنِبِ الوَجْهَ
Daripada Abu Hurairah RA, daripada Nabi SAW bersabda: “Apabila seseorang kamu berperang, jauhilah dari (mencederakan) muka”. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
TAJDID, MENGEMBALIKAN UMAT KE ARAH SUNNAH
KEDUDUKAN MASJID DI HATI SEORANG MUSLIM
Fatwa Tentang Acara Mistik, Rumah Hantu dan yang Semisalnya
HARMONISASI DI DALAM PANDANGAN ISLAM
MEMAKNAI HAKEKAT KEMERDEKAAN
HUKUM BERINTERAKSI DENGAN GOLONGAN LGBT
KEPUTUSAN MESYUARAT
Tasyabbuh iaitu perbuatan lelaki ataupun wanita dengan sengaja meniru jantina yang berbeza dari segi pertuturan, tingkah laku, perbuatan atau berpakaian tanpa mempunyai keperluan yang dibenarkan oleh syarak seperti pendidikan, penyaksian atau pemberian keterangan dan seumpamanya.
Hukum tasyabbuh ini adalah haram dan termasuk di dalam dosa besar yang dilaknat oleh Allah SWT seperti di dalam hadis Nabi SAW daripada Ibn Abbas r.a :
لَعَنَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بالنِّسَاءِ، والْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بالرِّجَالِ
Terjemahannya : Rasulullah SAW melaknat orang lelaki yang menyerupai wanita dan orang wanita yang menyerupai lelaki. (HR al-Bukhari)
AMALAN QUNUT SHUBUH
BOLEHKAH MEMBID'AHKAN PERKARA KHILAFIYAH IJTIHADIYAH
AMALAN YANG DIANGGAP SUNNAH TAPI BUKAN SUNNAH
HUKUM TABDI' DALAM MASALAH-MASALAH IJTIHAD
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين، أما بعد:
فإن التبديع في مسائل الاجتهاد حكم شرعي. وجدير بهذا الحكم أن تُبحث مسائله وتُعرف ضوابطه. ومن العجب أن تجد كثيراً من الناس في المسائل الاجتهادية يحتاط في الحكم بالتكفير؛ لخطورة التكفير وعظم شأنه، إلا أنه ـ لشديد الأسف والأسى ـ يستسهل الحكم بالتبديع ويهون في نظره شأنه. ومن هنا يظهر جلياً أن إغلاق باب التبديع والتحذير منه في مسائل الاجتهاد يحصل به من باب أولى اجتناب التكفير ومجافاته.
Pendahuluan:
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah, Tuhan semesta alam, serta salam dan rahmat kepada nabi yang paling mulia dan rasul-rasul. Setelah ini, perlu kiranya untuk mengingat bahwa tabdi' dalam masalah-masalah ijtihad memiliki hukum syariat yang telah ditetapkan. Dengan demikian, patutlah untuk mempelajari masalah-masalah tersebut secara mendalam dan mengenal batas-batasnya.
Menarik untuk diperhatikan bahwa banyak di antara kita, dalam konteks masalah-masalah ijtihad, berhati-hati dalam memberlakukan hukum takfir. Ini terjadi karena keseriusan dan urgensi takfir serta kebesaran kedudukannya dalam agama. Namun demikian, sangat disayangkan bahwa, dengan perasaan duka cita yang mendalam, ada kecenderungan untuk menganggap enteng pemberlakuan hukum tabdi' dan meremehkan tingkat kepentingannya.
Dari uraian ini, terlihat dengan jelas bahwa menutup pintu tabdi' dan memberikan peringatan tentangnya dalam masalah-masalah ijtihad harus ditempuh sebagai langkah pertama untuk menghindari takfir dan segala akibat buruk yang ditimbulkan olehnya.
رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَـٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌۭ رَّحِيمٌ
Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.