Ahli panel:
Prof. Dr. Muhammad Abul Laith al-Khair Abadi - Dilahirkan di wilayah Khair Abadi, India pada tahun 1953M. Lepasan Darul
Uloom Deobandi, India pada tahun 1969M. Ijazah BA Hadis di
Uni. Islam Madinah pada tahun 1980M. Ijazah MA Hadis di Uni.
Ummul Qura Makkah pada tahun 1984M. Ijazah Phd Hadis di Uni. Ummul
Qura Makkah pada tahun 1993. Berkhidmat sebagai guru dan mufti di Madrasah
al-Islah di Sara Imir, India pada tahun 1970-1976M. Berkhidmat di
Universiti Islam Antarabangsa Malaysia sedari tahun 1993 hingga
sekarang.
Arsip Seminar Khazanah Keilmuwan Empat Mazhab Fiqh, Siri 1: Mazhab Hanafi, Tarikh 2023, Kerajaan Negeri Perlis
PENGANTAR
Pernahkah kita bertanya, mengapa Mazhab Hanafi menjadi
mazhab fikih dengan pengikut terbesar di dunia—dianut oleh lebih dari sepertiga
muslim global?
Apakah karena pendirinya, Imam Abu Hanifah, adalah ulama
paling "hebat"? Atau ada faktor lain yang lebih "duniawi"
di balik penyebarannya yang begitu massif?
Seminar ini bukan untuk mengunggulkan satu mazhab atas
yang lain. Justru, ini adalah eksplorasi akademik yang mencoba
membedah rahasia di balik sebuah produk pemikiran yang sukses mengarungi zaman
dan geografi. Kita akan membahas:
🔍 Kecerdasan
Strategis Imam Abu Hanifah yang mampu berdebat hingga "mengubah
tiang menjadi emas".
💡 Keluwesan
Metodologis yang membuat fikih Hanafi sangat "akrab" dengan
akal sehat dan kondisi masyarakat modern.
⚖️ Pengaruh
Kekuasaan yang tak terbantahkan: Bagaimana jabatan "Hakim
Agung" mampu mendorong sebuah mazhab menjadi arus utama.
🌍 Relevansi
Global: Mengapa pendapat-pendapat Hanafi tentang perempuan, muamalah,
dan urf (tradisi) begitu diterima di Barat.
Ini adalah cerita tentang bagaimana fiqh tidak hidup
dalam ruang hampa. Ia dibentuk oleh kecerdasan, konteks sosial,
dan—ya,—politik.
Bagi yang antipati dengan kata "mazhab", mari kita
buka pikiran. Bagi yang fanatik dengan satu mazhab, mari kita lihat peta yang
lebih besar.
Rangkuman Kuliah: Mazhab Hanafi - Pengenalan dan Penyebarannya dalam
Dunia Islam
Pemateri: Prof. Dr. Mohamed Abullais
Bagian 1: Pendahuluan dan Konteks Perbedaan Mazhab
[00:00 - 09:20]
-
Pembuka dan Pengantar Pribadi: Pemateri, Prof. Dr. Mohamed
Abullais, memperkenalkan diri sebagai seorang guru dari India yang telah
lama mengajar di Malaysia. Beliau memohon maaf karena tidak dapat
menyampaikan kuliah dalam bahasa Melayu dan memilih untuk menggunakan
bahasa Arab.
-
Rasa Heran dan Tujuan Kuliah: Pemateri mengungkapkan
keheranannya karena diminta membahas Mazhab Hanafi di Malaysia, yang
notabene adalah negara penganut mazhab Syafi'i. Namun, beliau memahami
bahwa tujuan sesungguhnya adalah menciptakan atmosfer harmoni dan saling
menghormati (جو متلائم متعامل / jaw mutala'im muta'amil) antar pengikut mazhab, bukan untuk mengunggulkan satu mazhab atas
lainnya.
-
Filosofi Perbedaan (الاختلاف / al-ikhtilaf): Pemateri menekankan bahwa perbedaan dalam beragama, termasuk adanya
empat mazhab fikih, adalah kehendak Allah SWT dan merupakan rahmat. Beliau
membuat analogi bahwa perbedaan mazhab ibarat berbagai bunga dengan
warna-warni yang berbeda dalam sebuah taman, yang justru menciptakan
keindahan. Jika semua sama, justru akan terasa monoton.
-
Dasar Teologis Perbedaan: Allah menciptakan manusia dengan
akal dan kemampuan untuk memilih antara taat dan maksiat. Perbedaan
pendapat adalah konsekuensi logis dari perbedaan akal, pemahaman, tabiat,
dan keadaan manusia. Semua mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i,
Hanbali) adalah benar (كلها حق / kulluha haqq) dan merupakan khazanah keilmuan Islam yang harus dihormati.
Bagian 2: Saling Menghormati Antar Imam Mazhab
[09:20 - 15:22]
-
Kisah Teladan: Pemateri menceritakan beberapa kisah yang
menunjukkan betapa tingginya rasa hormat antar imam mazhab, meskipun
mereka berbeda pendapat:
-
Imam Syafi'i dan Abu Hanifah: Imam Syafi'i pernah
mengunjungi makam Imam Abu Hanifah di Kufah. Ketika tiba waktu shalat
Zhuhur, Imam Syafi'i sengaja shalat sesuai dengan method Imam Abu
Hanifah (tidak mengangkat tangan saat ruku' dan i'tidal) sebagai bentuk
penghormatan. Ini menunjukkan bahwa beliau mengakui validitas method
shalat Hanafi.
-
Pujian Imam Syafi'i: Imam Syafi'i berkata, "Siapa yang ingin mendalami fikih (secara mendalam), maka hendaklah
ia bergaul dengan Abu Hanifah dan murid-muridnya. Sesungguhnya manusia
seluruhnya adalah 'anak asuh' Abu Hanifah dalam hal fikih."
-
Pujian Imam Malik: Imam Malik memuji kecerdasan dan
ketajaman argumentasi Imam Abu Hanifah dengan berkata, "Aku melihat seorang lelaki (Abu Hanifah) yang seandainya ia berdebat
denganmu bahwa tiang ini terbuat dari emas, niscaya ia akan mampu
membawakan argumentasinya."
-
Kesimpulan: Hubungan antar imam mazhab dipenuhi dengan rasa
cinta, hormat, dan pengakuan atas kapasitas keilmuan masing-masing. Mereka
bukanlah musuh, tetapi sahabat dan kolega yang saling melengkapi.
Bagian 3: Definisi dan Karakteristik Fikih Hanafi
[15:22 - 21:36]
-
Definisi Fikih Mazhab: Al-Fiqh al-Hanafi (الفقه الحنفي) adalah kumpulan pendapat, pemahaman, dan
istinbat hukum yang khusus (انفرد بها / infarada biha) berasal dari Imam Abu Hanifah
dan murid-murid utama beliau (seperti Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan
asy-Syaibani, dan Zufar) yang kemudian dikembangkan oleh para ulama Hanafi
generasi berikutnya berdasarkan prinsip-prinsip (ushul) yang diletakkan
oleh Imam Abu Hanifah.
-
Cakupan Fikih Hanafi: Istilah "Fikih Hanafi" tidak hanya
terbatas pada pendapat Imam Abu Hanifah saja semasa hidupnya, tetapi
mencakup seluruh perkembangan pemikiran murid-muridnya dan para ulama
pengikut mazhab ini sepanjang sejarah berdasarkan kerangka metodologis
yang sama.
-
Contoh Pendapat Khas Hanafi: Pemateri memberikan beberapa
contoh pendapat fikih yang menjadi ciri khas Mazhab Hanafi:
-
Tidak mengangkat tangan (رفع اليدين / raf' al-yadain) dalam shalat kecuali pada takbiratul ihram.
-
Tidak membaca Al-Fatihah di belakang imam dalam shalat
jahriyyah (yang dikeraskan bacaannya).
-
Tidak mengeraskan bacaan "Amin".
-
Tidak membaca doa qunut pada shalat Subuh.
-
Kewajiban mengeluarkan zakat fitrah untuk semua orang yang
menjadi tanggungan nafkahnya, baik muslim maupun non-muslim.
Bagian 4: Sumber-Sumber Hukum (Ushul) Mazhab Hanafi
[22:04 - 45:00]
Pemateri menjelaskan sumber-sumber hukum yang digunakan dalam Mazhab Hanafi,
yang sebagian memiliki penekanan dan interpretasi khusus:
-
Al-Qur'an (كتاب الله / Kitabullah): Sumber utama. Hanafi membedakan antara ayat yang qath'i ad-dalalah (makna pasti dan tunggal) dan zhanni ad-dalalah (makna mengandung kemungkinan interpretasi). Contoh: Kata "الطُّهُر" (ath-thuhur) dalam QS. Al-Baqarah:222 bisa
berarti masa suci atau haid. Abu Hanifah
memilih makna haid, sementara Syafi'i memilih masa suci.
-
Sunnah (سنة رسول الله / Sunnatur Rasul): Hanafi memiliki kriteria ketat khususnya untuk hadits Ahad (hadits yang periwayatnya tidak mencapai level mutawatir). Syarat
tambahan Hanafi untuk perawi hadits Ahad:
-
Harus Faqih (فَقِيْهٌ): Perawi harus memahami konteks dan nuansa bahasa hadits, karena
kebanyakan hadits diriwayatkan secara makna (بالمعنى / bil ma'na), bukan verbatim. Ini untuk memastikan ia menyampaikan makna yang
tepat.
-
Konteks Publik: Jika hadits tersebut membicarakan masalah
yang biasanya disampaikan di depan khalayak (seperti hukum publik),
tetapi hanya diriwayatkan oleh satu orang, hal ini menimbulkan
pertanyaan.
-
Ijma' (الإجماع): Konsensus ulama suatu zaman. Hanafi meyakini bahwa ijma' bisa
berubah dari zaman ke zaman karena perubahan kondisi dan keadaan
masyarakat. Contoh: Di Malaysia, membayar income tax dianggap telah menggugurkan kewajiban zakat oleh sebagian orang
(ini dianggap sebagai "ijma'" lokal tertentu), tetapi menurut Hanafi tidak
demikian karena zakat adalah ibadah, sedangkan pajak adalah kewajiban
sipil.
-
Qaul ash-Shahabi (أقوال الصحابة): Pendapat para Sahabat Nabi. Ini adalah sumber yang sangat kuat
dalam Mazhab Hanafi karena mereka menyaksikan langsung turunnya wahyu dan
praktik Nabi. Namun, Hanafi membedakan antara Sahabat yang faqih dan yang
bukan. Jika Sahabat berbeda pendapat, Imam Abu Hanifah akan memilih
pendapat yang paling dekat dengan Al-Qur'an dan Sunnah, tetapi tidak akan
membuat pendapat baru di luar pendapat mereka.
-
Qiyas (القياس): Analogi hukum. Qiyas diterima oleh semua mazhab, tetapi Hanafi
dianggap paling luas dan sering dalam penggunaannya dibandingkan mazhab
lain.
-
Istihsan (الاستحسان): Pilihan hukum yang dianggap lebih baik dan adil berdasarkan dalil
yang lebih kuat, meskipun menyimpang dari qiyas yang umum. Ini adalah ciri
khas utama Hanafi.
-
Dasar: Perkataan Abdullah bin Mas'ud RA, "Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka itu baik di sisi
Allah."
-
Contoh: Qiyas umum (القياس الجلي / al-qiyas al-jali) dalam hukum lalu lintas:
Lampu merah berarti berhenti.
Namun, istihsan membolehkan ambulans yang membawa
pasien kritis untuk menerobos lampu merah karena ada "qiyas tersembunyi"
(القياس الخفي / al-qiyas al-khafi) yang lebih kuat, yaitu
menyelamatkan nyawa.
-
Pemateri menyatakan bahwa mazhab lain (seperti Syafi'iyah) juga
menggunakan logika serupa tetapi dengan nama lain, seperti al-mashalih al-mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau dinafikan oleh dalil
spesifik).
-
'Urf (العرف): Tradisi atau kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat. 'Urf
menjadi pertimbangan penting dalam menetapkan hukum, terutama dalam
masalah muamalah dan interpretasi bahasa.
-
Contoh: Seseorang bersumpah tidak akan
memakan lahm (daging). Menurut 'Urf di banyak
masyarakat, kata lahm hanya untuk daging mamalia darat
(sapi, kambing). Jika ia memakan ayam atau ikan, sumpahnya tidak
terlanggar menurut Hanafi karena ayam dan ikan tidak
disebut lahm dalam pemahaman kebiasaan setempat.
Bagian 5: Sebab-Sebab Penyebaran Mazhab Hanafi
[01:04:17 - 01:16:04]
Pemateri menyebutkan beberapa faktor internal dan eksternal yang menyebabkan
Mazhab Hanafi tersebar luas (mencakup lebih dari sepertiga muslim dunia
menurut Muhammad Syibli an-Nu'mani):
-
Kapasitas Intelektual Imam Abu Hanifah: Kecerdasan, ketajaman
logika (بديهة / badihah), dan kecepatan dalam berargumentasi (سرعة جواب / sur'ah jawab) beliau sangat luar biasa. Diceritakan bagaimana beliau dengan cepat
membalikkan argumentasi lawan di hadapan Khalifah Abu Ja'far
al-Manshur.
-
Kesesuaian dengan Logika (موافق للعقول / muwafiq lil 'uqul): Pendapat-pendapat fikih Hanafi seringkali sangat rasional dan mudah
diterima oleh akal sehat banyak orang, sehingga menarik untuk diikuti.
Setiap pendapatnya didukung oleh dalil naqli (Al-Qur'an dan Sunnah) dan
logika yang kuat.
-
Fleksibilitas dan Relevansi (موافق لحالات الناس / muwafiq li halat an-nas): Mazhab Hanafi dianggap sangat memperhatikan realitas sosial dan
kemaslahatan manusia (maslahah), membuatnya mudah diterapkan dalam
berbagai kondisi dan zaman. Contoh: Pendapat tentang bolehnya seorang
wanita menikahkan dirinya sendiri (نكاح المرأة نفسها / nikah al-mar'ah nafsaha) tanpa wali, dianggap lebih memberikan pilihan dan otonomi, sehingga
lebih diterima di masyarakat modern.
-
Dukungan Kekuasaan (السياسة / as-siyasah): Faktor politik dan kekuasaan memainkan peran sangat besar. Abu
Yusuf, murid utama Abu Hanifah, diangkat menjadi Qadhi al-Qudhah (Hakim Agung) pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid dari Dinasti
Abbasiyah selama lebih dari 20 tahun. Secara alami, ia mengangkat
hakim-hakim dari kalangan Hanafi, yang pada gilirannya menerapkan dan
menyebarkan mazhab ini di seluruh wilayah kekuasaan Abbasiyah yang sangat
luas.
Kesimpulan Umum
Mazhab Hanafi adalah salah satu dari empat mazhab fikih utama dalam Islam
yang dibangun di atas fondasi ushul (sumber hukum) yang kokoh dan
komprehensif, dengan penekanan khusus pada logika (qiyas), kemaslahatan
(istihsan), dan tradisi yang baik ('urf). Penyebarannya yang luas disebabkan
oleh kombinasi faktor internal, yaitu kedalaman ilmu dan metodologi para
pendirinya, serta faktor eksternal, yaitu dukungan politik dari kekuasaan
yang berjangkauan luas. Pemahaman terhadap mazhab ini, sebagaimana mazhab
lainnya, harus dilandasi dengan sikap hormat dan pengakuan bahwa perbedaan
pendapat adalah rahmat dan kekayaan dalam khazanah hukum Islam.