🌿 Pengantar
Dalam wacana penegakan hukum, isu hukuman mati selalu memicu perdebatan sengit. Ada yang menolaknya atas nama hak asasi manusia, ada yang mendukungnya demi efek jera. Namun, pertanyaan menjadi semakin kompleks ketika dibawa ke ranah syariat: apakah Islam membenarkan hukuman mati bagi kesalahan seperti rasuah?
Jawabannya tidak sesederhana “ya” atau “tidak”. Syariat memiliki garis tegas pada kejahatan tertentu yang hukumannya tetap, seperti qisas bagi pembunuhan. Tapi untuk kesalahan lain, termasuk rasuah, syariat memberi ruang kepada pemerintah untuk menetapkan hukuman (ta’zir)—yang dalam kondisi tertentu, bahkan dapat mencapai hukuman mati—jika terbukti itu satu-satunya cara menutup pintu kerosakan besar dalam masyarakat.
📚 Faedah Lengkap
-
Pertanyaan Awal
-
Topik dimulai dengan pertanyaan: apakah Islam membenarkan hukuman mati bagi pelaku rasuah/korupsi?
-
Penjelasan perlu dimulai dari prinsip dasar hukum dalam syariat Islam.
-
-
Jenis Hukuman dalam Syariat
-
Hudud & Qisas: Hukuman yang telah ditetapkan secara tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah, seperti qisas (balas bunuh bagi pembunuhan) yang disebut dalam QS. Al-Baqarah: 179.
-
Dalam qisas, pelaksanaan hukuman mati hanya gugur jika keluarga korban memaafkan. Hanya keluarga korban yang berhak memberi maaf, bukan pihak lain.
-
-
-
Beberapa negara Barat seperti UK dan Australia menghapus hukuman mati, sehingga terpidana dari negara lain lari ke sana dan tidak diekstradisi.
-
Ada kedutaan Eropa dan Barat yang mengkampanyekan penghapusan hukuman mati di negara-negara lain, termasuk pernah memberi tekanan kepada Malaysia.
-
-
Hukuman yang Tidak Ditentukan Nash
-
Tidak semua kejahatan memiliki hukuman spesifik dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
-
Contoh: rasuah tidak memiliki ketentuan hudud tertentu. Hukuman bagi rasuah termasuk dalam kategori ta’zir, yaitu hukuman yang ditetapkan oleh pemerintah.
-
-
Pandangan Ulama Klasik Tentang Ta’zir
-
Dalam konteks pemerintahan Islam yang kuat di masa lalu, sebagian ulama membatasi ta’zir maksimal 10 kali cambuk (hukuman ringan).
-
Namun, ini dipengaruhi oleh kondisi politik dan keamanan di masa itu.
-
-
Pandangan Ulama Kontemporer Tentang Ta’zir
-
Banyak ulama modern sepakat pemerintah boleh menetapkan hukuman ta’zir hingga hukuman mati jika itu satu-satunya cara mencegah kejahatan besar.
-
Contoh klasik: hukuman mati bagi mata-mata (jasus) yang membocorkan rahasia negara kepada musuh, meskipun Al-Qur’an tidak menyebut hukuman tersebut secara eksplisit.
-
-
Rujukan Karya Abdul Qadir Audah
-
Penulis buku Al-Tashri’ Al-Jinai fil-Islam yang membandingkan hukum pidana Islam dengan Barat.
-
Beliau menunjukkan bahwa jumlah kasus hukuman mati dalam Islam jauh lebih sedikit dibanding hukum Barat.
-
Disebutkan sebagian ulama dulu menghukum mati orang yang menyeru kepada bid’ah ekstrem, namun jumlahnya sangat terbatas.
-
-
Hukuman Mati bagi Rasuah
-
Di China, hukuman mati bagi pelaku rasuah sudah dipraktikkan.
-
Dalam Islam, boleh saja pemerintah menjatuhkan hukuman mati jika diyakini itu satu-satunya cara menghentikan kerosakan negara akibat rasuah.
-
Namun, hukuman mati adalah pilihan terakhir (last choice), tidak boleh dijatuhkan secara mudah.
-
-
Analogi dengan Kasus Dadah
-
Sama seperti hukuman mati bagi pengedar narkoba: boleh jika dianggap sebagai bentuk fasad fil-ardh (kerosakan di bumi) dan jika itu satu-satunya cara menghentikannya.
-
Penetapan memerlukan diskusi mendalam dan mekanisme pengadilan yang adil.
-
-
Peringatan Terakhir
-
Mencabut nyawa adalah perkara besar; perlu kehati-hatian luar biasa.
-
Jika diusulkan, harus dipastikan tidak dijadikan alat politik atau kepentingan sempit.
-
Disampaikan dengan nada sindiran bahwa jika hukuman mati untuk rasuah diberlakukan, mungkin banyak menteri yang akan menolaknya karena khawatir terkena sendiri.
-